Ojek Online Menyikapi Statement Mentri ESDM.

JATENG-infoliputan.com

Moment Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan yang jatuh pada setiap tanggal 2 Desember, menandai tanggal diadopsinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penindasan Perdagangan Orang dan Eksploitasi Prostitusi Orang Lain oleh Majelis Umum PBB (resolusi 317 (IV) tanggal 2 Desember 1949) mengutip dari PBB, fokus peringatan hari ini adalah untuk memberantas bentuk-bentuk perbudakan kontemporer, perbudakan ini bukan saja, hanya perbudakan dalam bentuk tradisional seperti jaman penjajahan, namun juga segala macam jenis perbudakan yang terjadi saat ini dalam segmen apapun dan dimanapun, hari ini secara resmi ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1995 berdasarkan pertimbangan pengajuan dari Kelompok Kerja PBB tentang Perbudakan pada tahun 1985.

Perbudakan modern di era tekhnologi saat ini, tentunya tak bisa dilepaskan dengan keberadaan platform platform online berbasis tekhnologi seperti halnya bisnis e commerce, transportasi online, delivery online maupun jasa pengantaran makanan, dan banyak lagi lainnya, di Indonesia layanan pengantaran online tersebut telah memberikan kontribusi besar pada pertumbuhan UMKM dan juga percepatan pertumbuhan ekosistem online pasca badai Covid 19 tahun lalu, yang sempat melumpuhkan berbagai sektor perekonomian di Indonesia, tentunya di samping dampak positif, perkembangan tersebut juga tak bisa dilepaskan dari beragam konflik dan efek domino yang menyertainya, seperti halnya praktek eksploitasi dan monopoli harga yang hingga kini terus dilakukan oleh berbagai aplikasi, dan menekan para drivernya yang tidak memiliki payung hukum kuat, kerjasama hanya didasarkan pada perjanjian kemitraan tanpa mengacu pada UU ketenagakerjaan yang ditetapkan pemerintah, alhasil posisi driver online sangat rentan terhadap tindak eksploitasi dan praktek perbudakan tersebut.

Regulasi tarif dan segala hal yang diharapkan bisa menjadi payung hukum bagi keberadaan para driver ojek online dan telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan perundang undangan Kp 667 tahun 2022, di tabrak dan di hempaskan begitu saja oleh aplikator, seolah peraturan tersebut hanyalah sebatas formalitas belaka, nyatanya hingga hari ini praktek eksploitasi tersebut terus dilakukan dengan mengatasnamakan sistem yang bukan saja menihilkan hak driver melainkan tentunya sangat menguntungkan pihak aplikator, sebut saja kekurangan sistem Hub, kemudian sistem double order dan beragam sistem lain yang menyertai didalam praktek lapangannya, ini benar benar sangat merepotkan dan menyedihkan bagi driver, dan juga satu wujud pertentangan terhadap peraturan pemerintah yang mengatur terkait regulasi tarif dan keberadaan ojol sebagai layanan transportasi dengan mengunakan aplikasi.

Pernyataan Mentri ESDM Bahlil menjelaskan bahwa ojek online ( ojol ) tidak termasuk dalam kelompok yang mendapat subsidi BBM tepat sasaran, karena ojol lebih tepat dianggap sebagai bentuk usaha, Menurutnya, “Ojek online kan dia pakai untuk usaha, lho iya dong, masa usaha disubsidi?” kata Bahlil, pada Jumat, ( 29/11/2024 ), Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah akan memberikan subsidi langsung ke masyarakat tidak mampu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jelasnya.

Statement tersebut tentu mendapat tanggapan beragam dari para driver ojek online baik di pusat maupun juga di Daerah, ( 02/12/2024 ) Koordinator Lapangan DFR ( Delanggu Free Rider ) Marjoko mengatakan, “Lah ini Pernyataan apa lagi ini pemerintah ini, kok ga bosan bosan’nya menindas rakyat kecil, kalau ojek online dianggap sebagai sebuah bentuk usaha, ya harus dijelaskan dengan spesifik dong usaha seperti apa? sehingga kok tidak masuk kriteria dalam penerima subsidi BBM, la emang yang pakai plat kuning itu juga bukan usaha ?.. trus itu namanya apa ?…beginilah kalau orang ga pernah turun ke lapangan melihat situasi real dilapangan seperti apa, akhirnya bikin statement kan mblunder ga jelas ” paparnya.

Bu Nina Driver ojol perempuan dari Cawas yang kesehariannya bekerja dan on bid di Surakarta juga mengatakan ( 02/12/2024 ) seperti yang diungkapkan oleh Marjoko DFR, senada dia menyoroti terkait kebijakan tersebut, dan mempertanyakan terkait keberadaan plat kuning apakah itu juga bukan sebuah usaha mas ?….kalau di bilang ojek online ga dapat BBM subsidi karena merupakan layanan usaha, la terus bagaimana dengan plat kuning tersebut apakah itu juga bukan usaha ? hanya satu kata Lawannn” paparnya.

Terpisah Mba Wury Ketua FOYB ( Forum Ojol Yogya Bersatu ) saat dikonfirmasi terkait Perihal Statement Mentri ESDM Bahlil ( 02/12/2024 ) Mengatakan ” Kalau dari saya, Pernyataan Bahlil itu sangat sangat membuat kecewa teman teman ojol, karena telah memicu terjadinya polemik secara meluas, seharusnya, seorang menteri tidak berpikir hanya bagaimana mencari untung dengan mengabaikan serta menafikan peran dan kondisi ojol yang sudah berkontribusi sejak lama, Bahlil belum tau bagaimana ojol beserta kehidupan serta tarif dan hubungan dengan aplikator, Jadi dia hanya asbun tanpa menelaah terlebih dahulu dan juga tanpa kajian yg berdasarkan fakta fakta di lapangan, seharusnya Bahlil meminta maaf kepada ojol tentang pernyataan’nya tersebut, Pungkasnya.

Tri Prasongko Putro Sekjen DFR juga menambahkan saat di mintai keterangan wartawan ( 02/12/2024 ) ” Kita ini sudah di monopoli tarifnya sedemikian rupa oleh aplikator, masih diberikan kebijakan yang seperti ini juga, mbok ya pemerintah itu bukan hanya sepihak kalau mau mengeluarkan kebijakan, akak bicara perwakilan Ojol yang tau pasti kondisi real di Medan itu seperti apa, bukannya menindak aplikator yang seenaknya memonopoli harga dan memeras keringat kita, malah mau bikin kebijakan penghapusan subsidi BBM Ojol, itu loh aplikator yang jelas jelas tidak mematuhi regulasi dan ketetapan yang di bikin oleh pemerintah terkait tarif, malah justru kita yang hanya driver dan berstatus mitra yang di tekan, mana Janji waktu kampanye presiden kemarin, katanya memperjuangkan Ojol dan memberikan payung hukum yang jelas, lah ini kenyataannya malah Bahlil bikin statement kayak gitu, ini justru malah menyulut gejolak di akar rumput to pada akhirnya ?…tindak itu aplikator yang sewenang senang dan memonopoli harga, ini penjajahan era sekarang ini di jaman aplikasi digital, berupa juta yang dijajah aplikator mikir dong pemerintah, kalau seandainya pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan tidak di persulit ga mungkin mau kita jadi Ojol, ini juga hanya karena terpaksa saja buat menghidupi keluarga dan anak istri, lagian perjanjian kita dengan aplikator hanya sebatas kemitraan yang tidak diatur dalam undang undang ketenagakerjaan, bukankah ini model penjajahan baru, yang sengaja di ciptakan untuk mengeksploitasi rakyat kecil demi bisnis para aplikator ?… Negara seharusnya hadir menengahi carut marut persoalan Ojol ini bukan malah tambah memperkeruh suasana, ” pungkasnya.

Sementara Pak Wahyu dari Dinas Kominfo Klaten ketika dikonfirmasi terkait persoalan Ojol yang selalu dimentahkan aplikator ketika demo, dengan alasan bahwa aplikator bukan perusahaan transportasi melainkan perusahaan tekhnologi, menanggapi bahwa persoalan tersebut pihaknya Diskominfo Klaten tidak memiliki kewenangan dalam hal mengambil kebijakan, jadi sesuatu hal yang bersifat nasional itu diputuskan oleh Kementrian Kominfo pusat, atau Komdigi, Dia mengatakan pada wartawan, kalau Pihak Kominfo Klaten itu sifatnya taat aturan ya, jadi apa yang menjadi keputusan di Pusat itu yang kemudian akan di jalankan di daerah dalam penerapannya di lapangan, mengenai persoalan Ojol ini ya kita terus terang ikut merasakan, namun tidak berwenang untuk mengambil keputusan lebih lanjut, jadi kita serahkan di pusat saja mas paparnya pada wartawan ( 02/12/2024 ) saat ditemui di kantor Kominfo Kabupaten Klaten.

Dari beberapa fakta dilapangan dan tanggapan driver diatas menandakan bahwa di hari pembebasan perbudakan internasional saat ini, memang benar adanya masih ada tindak eksploitasi dan penjajahan di negri ini lewat tekhnologi ( baca aplikasi ), hanya saja hanya segelintir orang yang mau perduli, semoga pemerintahan yang baru bisa mengambil langkah langkah bijak sebelum menentukan sebuah kebijakan yang menyangkut harkat hidup jutaan warga, turunlah ke lapangan atau setidaknya ajak ngobrol perwakilan driver, agar tidak semena mena membuat statement dan menyebabkan kegaduhan di masyarakat, keberadaan ojol perlu di perhatikan bukan di sepelekan, negara harus hadir dalam carut marut persoalan Ojol ini, bukan malah memperkeruh suasana, karena jutaan warga menggantungkan nasib pada profesi ini, sebagai alternatif terakhir karena susahnya lapangan pekerjaan di negri ini.

Fakta Fakta di lapangan tentang sistem yang menindas lebih lanjut dijelaskan juga oleh seorang driver online Kawakan dari bc Pasar baru Delanggu, Romo Darmawan ( 02/12/2024 ) di singgung persoalan yang sedang rame di kalangan ojek online mengatakan ” Bahlil ini ngomong seenak perutnya saja, dia tidak tau kondisi lapangan seperti apa, coba kalau dia tahu bahwa kita di tindak oleh sistem yang sengaja diciptakan oleh aplikator, pastinya dia tak akan ngomong begitu, kalau di balik posisinya dia jadi driver baru akan tahu rasanya seperti apa penjajahan dan perbudakan model baru itu, liat saja sistem Hub, sistem penerimaan order ganda, sistem tarif murah, sistem goceng 5000 an pengantaran makanan dan sistem sistem lainnya yang diberlakukan aplikator pada drivernya, pasti dia akan merasakan sendiri betapa sulitnya perjuangan seorang driver guna mencari nafkah untuk keluarga, ditambah segala sesuatunya kan kita sendiri ini dari perawatan kendaraan, BBM hingga asuransi kecelakaan, dan lainnya, jadi menurut saya ya kebangetan kalau sekelas Mentri ngomongnya ga pakai otak tanpa melihat fakta di lapangan, dan sekedar bikin statement yang bikin keruh suasana, ini sama saja menantang perang seluruh driver Ojol di Indonesia, bila diberlakukan wacana terkait penghapusan subsidi itu, lihat saja pasti driver dimanapun akan turun ke jalan bila itu benar benar terjadi, ” pungkasnya ditemui di sela sela aktivitas on bid di basecamp Pasar Baru Delanggu, Klaten.

( Pitut Saputra )