YOGYAKARTA-infoliputan.com-
Awal tahun kian memanas, sedari akhir tahun 2024, hingga berjalannya waktu memasuki bulan kedua Februari 2025 ini, dunia perojol’an seakan sedang menggeliat, kondisinya tidak baik-baik saja, beberapa pergerakan mulai terlihat kembali, baik didaerah maupun dipusat, terupdate adalah 17 Februari mendatang di Jakarta dan 20 Februari 2025 nanti di Jogyakarta, beberapa pergerakan terus terjadwal dan kemungkinan besar ini akan terus mengular ke Daerah-Daerah yang lain begitu satu Daerah mulai bergejolak maka akan disusul oleh Daerah yang lain’nya (15/02/2025)
Yos Marparengga, salah seorang aktivis ojol, yang sedari dulu kerapkali mengkritisi kebijakan pemerintah terkait ojol, dan seringkali melakukan kajian-kajian seputar dasar hukum dan urgensinya terhadap ojol bersama rekan-rekan baik di Jogya dan di beberapa Daerah bersama-sama Forum Ojol Indonesia Bersatu (FOIB) memaparkan penyikapan’nya terkait dengan pergerakan rekan-rekan ojol di Pusat (Jabodetabek) 17 Februari 2025 nanti, dan di Jogyakarta pada 20 Februari 2025 mendatang, pada kesempatan koordinasi lintas Daerah pagi tadi.
Dikatakan “Dulu pada 2022 kami di Yogya pernah demo ke DPRD menuntut menjadi pekerja, karena kita akan mendapatkan banyak benefit, salah satunya adalah THR, sama seperi yang saat ini sedang diperjuangkan oleh Bu Lily pada aksi 17 Februari 2025 besok, tetapi setelah sekian episode berjuang akhirnya kami berbenah untuk mencari tau mengapa kita tidak bisa menjadi pekerja?”…dari sanalah kemudian kami mulai melakukan kajian-kajian terkait hal tersebut,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan “Setidaknya ada sepuluh kajian yang telah kami lakukan, untuk menentukan apakah kita ini pekerja atau mitra, ? namun disini kami mencoba menjabarkan empat saja yakni :
1. Kajian terhadap UU 13 2003 Pasal 1 ayat (15) yang berbunyi :
_Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah_
Pasal diatas menunjukkan bahwa untuk menjadi hubungan kerja diperlukan tiga variable yakni (Pekerjaan – Upah – Perintah), banyak dari kita berpikir bahwa ketiga variable di atas berasal dari aplikator, tetapi coba jawablah pertanyaan sederhana ini, apa yg aplikator lakukan dan apa yang driver lakukan ketika tidak ada orderan masuk ?.. jawab’nya adalah aplikator dan driver sama-sama bengong, sebab tak bekerja, dan tak bersuara, mengapa demikian ? …karena perintah pertama untuk melakukan orderan berasal dari konsumen, bukan dari aplikator.
2. Kajian mengenai ” ruang dan waktu “.
Maksudnya begini, orderan yang masuk itu sifatnya random alias acak, tidak ada yang tau kapan dan dimana orderan akan muncul, misal kita bergerak ke Jakarta pusat di jam 09.00 Wib, eh tiba-tiba orderan muncul di Jakarta selatan jam 09.10 Wib, begitupun ketika kita bergerak ke Jakarta Timur di jam 13.00 Wib, eh ternyata orderan munculnya di Jakarta Barat jam 13.10 Wib, ketidakpastian ini menjadi hambatan, dalam menentukan efektifitas kerja, yang menjadi salah satu pertimbangan bagi aplikator untuk merekrut pekerja.
3. Kajian terhadap perjanjian kemitraan.
Yakni perjanjian yang kita tandatangani didepan saat kita mendaftar menjadi driver maupun, ketika ada kebijakan terkait perjanjian kemitraan tersebut sebagai prasyarat sebelum menjalankan aktifitas ojol, ketika kita ingin melakukan upgrade versi pada aplikasi, perjanjian kemitraan tersebut mengacu pada PM 12 2019 Pasal 15 serta UU 20 2008.,perjanjian kemitraan tersebut merupakan bukti hukum yg tidak terbantahkan, jika kita tetap memaksakan diri menjadi pekerja, maka kita akan berhadapan dengan perjanjian yg sudah kita tandatangani sendiri di awal, ini tentu saja akan menjadi sebuah kontradiksi.
4. Kajian mengenai Kemitraan yang diakui oleh Negara
Ketika seseorang ingin menjadi UMKM maka dia bisa bekerjasama dengan pihak lain dalam balutan kemitraan, hal ini dilindungi dengan UU 20 2008.,jadi sekuat apapun kita memaksakan konsep pekerja, selama ada driver yang memilih status menjadi kemitraan dengan aplikator maka gak ada yang bisa melarang mereka, contoh fakta hukum terkait keampuhan UU 20 2008 adalah kasus pergantian PM 108 menjadi PM 118 milik roda empat (R4).,pada PM 108 driver harus berbadan hukum boleh PT, boleh CV atau Koperasi, namun akhirnya digugat karena tidak memasuk’kan ketentuan-ketentuan UU 20 2008, gugatan dikabulkan MA, dan munculah PM 118 dengan narasi yang berbeda, yaitu memasukkan subjek UMKM sebagai pilihan mitra, pada PM 108 hanya ada 3 jenis 1. PT, 2. CV, 3. Koperasi, namun pada PM 118 bertambah satu menjadi empat yakni : 1. PT, 2. CV, 3. Koperasi, 4. UMKM (kemitraan), perubahan ini menjadi bukti bahwa kemitraan itu tidak bisa dilarang malah justru dilindungi.
Jadi dari empat kajian di atas akhirnya kami berdamai dengan opsi kemitraan, dari penjabaran di atas maka THR untuk driver menurut kami tidak bisa diterapkan dalam konteks pekerja, namun kami menemukan celah pemberian THR dalam konteks kemitraan, yaitu definisi yang dulu lebih kita kenal dengan sebutan Tuslah, ” jelasnya.
Kemudian “Terlepas dari kajian kami diatas kami sangat mendukung apa yang diusahakan oleh rekan-rekan ojol yang diinisiasi oleh Bu Lily dimana, besok 17 Februari 2025 mendatang, akan melakukan aksi penyampaian pendapat didepan umum.” terang Bang Yos.
“Kajian kami berbeda, tetapi semangat kami sama, oleh karena itu tidak alasan bagi kami, untuk tidak mendukung perjuangan rekan rekan di Jakarta.” pungkasnya.

Terpisah Lily Pujiati Ketua SPAI saat dikonfirmasi mengatakan “Kami menuntut diberikan’nya tunjangan hari raya (THR) untuk pengemudi ojek online (ojol) dan pekerja platform lainnya seperti taksi online dan kurir, kemudian disamping tuntutan utama THR, kami juga menuntut potongan aplikator yang terlalu tinggi, serta menentang program slot dan aceng, sebagai bentuk perbudakan modern.” paparnya
Lebih lanjut dikatakan “Kami menuntut kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk mewajibkan THR kepada platform-platform Ojol, kemudian pemberian THR ini harus mengikuti aturan yang berlaku sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, kami sebelumnya sudah melakukan berbagai aksi dan mediasi, kini saatnya kami mendesak Kemenaker untuk mewujudkan tuntutan kami terkait THR, ketidakadilan ekonomi ini akibat platform tidak memberikan hak-hak pekerja seperti yang diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan,” terangnya.
Lily Pujiati mendesak “Negara harus hadir, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) harus mengeluarkan kebijakan populis yang jelas berpihak pada pengemudi ojol dan pekerja platform lainnya, fleksibilitas hubungan kemitraan, telah menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat, karena setiap platform berlomba untuk menerapkan upah (tarif) murah, sehingga yang menjadi korban dan miskin adalah pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol) dan kurir.” pungkasnya.
Tri Prasongko Putro sekjen Delanggu Free Rider (DFR), mengatakan, “Persoalan Ojol memang seolah tidak ada habisnya dari persoalan payung hukum, regulasi tarif, perjanjian kerja, kebijakan aplikator, monopoli harga, benefit asuransi, persaingan aplikator yang kurang sehat, dan banyak lagi beragam kasus terjadi pada dunia perojol’an, belum pada persoalan tekhnis terkait manipulasi jarak, tarif hemat, skema pembagian order, pengunaan fake gps, keamanan berkendara dan lainnya, persoalan- persoalan tersebut menumpuk di tiap Daerah dan menunggu kepastian, dasar hukum, regulasi, serta undang-undang yang jelas dari pemerintah, namun hingga kini memang belum ada upaya keseriusan dari pemerintah dalam menyikapi beragam kompleksitas persoalan di ranah dunia perojol’an tersebut, yang notabene menjadi ladang pengharapan dari jutaan warga yang menggantungkan nasib di dalamnya, kebijakan yang keluar saat ini terkesan hanya sepotong-sepotong dan tidak tuntas, entah karena memang sulitnya membuat perundangan atau karena ketidakseriusan dalam penanganan, faktanya sekian tahun berlalu belum ada langkah signifikan yang bisa menjembatani sekian persoalan untuk kemudian bisa terurai satu persatu, padahal Indonesia ini tak kurang orang pintar dan cerdas, tapi kenapa pemerintah belum juga sigap dalam menyikapi, apakah menunggu viral baru kemudian di tangani wallahualam,” jelasnya.
“Esok Jakarta, kemudian disambung Jogya, mungkin juga kedepan Batam, dan berlanjut lagi ke Surabaya, lalu ke Daerah manalagi, entahlah yang pasti selama belum ada kejelasan dan kepastian hukum berikut regulasi, rekan-rekan Ojol dimanapun jelas akan terus turun kejalan menuntut hak-hak nya dan memperjuangkan nasibnya, dan tugas kita adalah menghormati setiap perjuangan yang dilakukan oleh rekan-rekan ojol dalam memperjuangkan nasib dan masa depan kita bersama, kalaupun tak bisa mensupport secara langsung pergerakan, baik dipusat pun didaerah minimal kita menghormati, dan mendoakan, boleh berbeda kajian, boleh berbeda tuntut’an, namun sesama driver online alangkah indahnya bila saling mensupport perjuangan satu dan lain’nya,” pungkas Tri.
( Pitut Saputra )