Medan, Info Liputan – Enam orang tenaga satuan pengamanan (satpam) yang bertugas di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU) di Jalan STM, Medan, Sumatera Utara, merasa menjadi korban pemecatan sepihak oleh YAYASAN UISU. Mereka menuntut keadilan karena pemberhentian tersebut diduga tidak melalui prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sah.
Erwin Sahputra Hutabarat, salah satu satpam yang diberhentikan, telah mengabdi sejak tahun 2013. Ia mengungkapkan bahwa dirinya telah diangkat sebagai Pegawai Tetap dengan status Tenaga Kependidikan Tetap oleh YAYASAN UISU sejak 24 Februari 2024. Namun, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai satpam.
“Saya tetap bertugas sebagai satpam meskipun sudah berstatus pegawai tetap. Ketika pegawai lain cuti lebaran, kami tetap bekerja. Tapi anehnya, uang makan dan transportasi kami tetap dipotong, seolah-olah kami ikut libur, dan uang lembur 1 tahun sekali tidak diberikan,” ujar Erwin kepada media pada Kamis (7/8/2025).
Erwin menjelaskan bahwa gaji pokok yang diterimanya hanya sebesar Rp 1.783.000 per bulan, ditambah uang makan Rp 20.000 per hari. Ia juga mengeluhkan tidak adanya tunjangan lembur dan sistem pengupahan yang tidak sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara. Lebih lanjut, ia mengaku tidak pernah menerima Surat Peringatan (SP) sebelum diberhentikan pada 1 Agustus 2025.
“Saya merasa tidak melakukan kesalahan fatal. Tapi saya diberhentikan begitu saja tanpa prosedur. Ini jelas bentuk ketidakadilan,” tegasnya.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp, Ketua Umum Yayasan UISU, Ir. Indra Gunawan M.P, belum memberikan jawaban.
Praktik pemutusan hubungan kerja secara sepihak tanpa mekanisme yang sah melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah diperbarui melalui UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menekankan pentingnya upaya untuk menghindari pemutusan hubungan kerja, sementara Pasal 155 ayat (1) melarang pengusaha melakukan PHK selama belum ada putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Erwin berharap pihak YAYASAN UISU bersedia menyelesaikan masalah ini secara adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ia juga meminta perhatian dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara, serta Komnas HAM jika diperlukan, mengingat hal ini menyangkut hak hidup layak dan perlakuan adil terhadap pekerja.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Kami bekerja dengan loyalitas penuh, namun diperlakukan semena-mena,” pungkas Erwin. (TIM)