TANGGAMUS,//infoliputan.com– Nama Suhartono, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Tanggamus, mendadak mencuat ke permukaan. Bukan karena torehan prestasi, melainkan karena polemik panjang yang menyelimuti tata kelola anggaran publikasi media di bawah kepemimpinannya. Sabtu, (19/7/2025).
Diawal Januari 2024, ratusan jurnalis, aktivis LSM, dan organisasi masyarakat menggelar aksi besar-besaran di kantor Bupati Tanggamus. Aksi yang dimotori LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) itu bukan tanpa sebab. Mereka menyoal dugaan ketidakberesan dalam pembayaran anggaran publikasi media oleh Dinas Kominfo.
“Disepakati dibayar 50 persen dari nilai kerja sama, tapi realisasinya hanya 20 persen. Bahkan ada yang hanya 0,5 persen,” ujar Junaidi, Ketua Organisasi Wartawan TAJI, kepada media ini, usai unjuk rasa 8 Januari 2024.
Investigasi Tinta Informasi menemukan adanya indikasi ketidakterbukaan dalam distribusi anggaran publikasi. Beberapa media lokal yang telah menandatangani kontrak kerja sama justru menerima pembayaran yang tak sesuai nilai kontrak. Permintaan konfirmasi kepada Suhartono berulang kali tidak membuahkan hasil. Pesan singkat dan panggilan telepon tak dijawab.
Pada 10 Januari 2024, Suhartono sempat memfasilitasi dialog terbatas dengan perwakilan wartawan dan LSM. Namun, pertemuan yang digelar di ruang Asisten Bupati itu berakhir tanpa keputusan. Ia hanya menjanjikan verifikasi ulang, janji yang hingga kini tak juga ditepati.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh redaksi, setidaknya puluhan media lokal hanya menerima sebagian kecil dari dana publikasi. Tidak ada penjelasan resmi mengenai dasar pemotongan anggaran.
Hal itu menyalahi prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Ini bukan cuma soal bayar-membayar. Ini soal etika, soal integritas seorang pejabat publik,” kata Hadi Hariyanto, salah seorang Jurnalis Tanggamus.
Kekecewaan terhadap Suhartono terus bergulir. Pada 12 Maret 2025, puluhan jurnalis kembali memadati Kantor Bupati. Mereka menuntut kepastian atas janji yang sebelumnya diucapkan Penjabat Bupati Mulyadi Irsan.
Dalam pertemuan di ruang Sekretaris Daerah, perwakilan wartawan mengungkapkan kegeraman mereka.
“Sejak menjabat, Suhartono ini tidak pernah bisa komit. Suasananya selalu gaduh, tidak layak jadi pejabat dan Kominfo itu corong pemerintah daerah, kalau kacau, bagaimana masyarakat bisa percaya dengan pemimpinnya ?”, ujar Imron Tara dari Organisasi AWPI.
Polemik tak berhenti di situ. Pada 17 Juli 2025, Dinas Kominfo dijadwalkan mengumumkan hasil verifikasi media secara daring. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi yang diterima oleh para pengelola media lokal.
Melalui pesan singkat, Suhartono hanya menulis singkat: “Sabar, tunggu sampai tim verifikasi menyampaikan tugasnya dan mohon doanya”, tandasnya.
Suhartono memang bukan nama baru dalam birokrasi Tanggamus. Namun rekam jejaknya mulai tercoreng sejak rangkaian ketidakjelasan pengelolaan anggaran media ini mengemuka.
“Ketika publik mulai kehilangan kepercayaan, diam bukan lagi pilihan. Karena dalam demokrasi, suara kami bukan untuk dibungkam,” tegas Hadi Hariyanto.
Kasus ini belum selesai. Dan bagi publik Tanggamus, nama Suhartono akan terus diingat. Bukan sebagai pejabat berprestasi, tapi sebagai simbol kekecewaan atas runtuhnya transparansi di tubuh pemerintahan daerah.
(Red)