Klaten, infoliputan.com
Polemik masih menyelimuti rencana pemberian Bantuan Hari Raya (BHR) untuk driver ojek online di Klaten. Beberapa platform aplikasi menyatakan kesediaan memberikan BHR, tetapi menerapkan syarat dan ketentuan yang memberatkan. Platform lain bahkan mengabaikan imbauan pemerintah. Imbauan pemerintah yang seharusnya wajib justru mereka abaikan, meskipun para driver ojek online telah berkontribusi signifikan selama hampir satu dekade tanpa apresiasi memadai. (16/03/2025)
Imbauan Pemerintah dan Realita di Lapangan
Presiden Prabowo Subianto, dalam pertemuan di Istana Negara pada 10 Maret 2025, mengumumkan pemberian BHR. Presiden menyatakan komitmen pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada ojek online dan kurir online aktif. Pemerintah juga mengimbau perusahaan aplikasi agar memberikan bonus hari raya berdasarkan keaktifan kerja, dengan mekanisme yang akan Menteri Ketenagakerjaan jelaskan lebih lanjut.

Syarat Bantuan Hari Raya (BHR) yang Kontroversial
Salah satu platform aplikator menetapkan syarat BHR yang kontroversial, antara lain:
- Pengemudi wajib menyelesaikan 250 perjalanan dalam sebulan (rata-rata 9 perjalanan/hari).
- Pengemudi harus bekerja online minimal 9 jam per hari.
- Pengemudi harus memiliki tingkat penyelesaian pesanan yang tinggi.
- Pengemudi harus memiliki rating yang baik.
- Pengemudi tidak boleh melanggar kode etik.
Syarat-syarat ini terlalu memberatkan dan tidak realistis. Persaingan ketat antar pengemudi, sistem slot tarif murah, dan potongan aplikasi yang besar mempersulit pengemudi untuk mencapai target. Sistem rating yang tidak objektif juga merugikan pengemudi.
Perbedaan Persepsi: Bantuan vs. Bonus
Tri Prasongko Putro, seorang driver ojek online di Delanggu dan Kartasura, menjelaskan perbedaan persepsi antara “bantuan” dan “bonus” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Wikipedia. Ia menekankan bahwa syarat BHR yang diterapkan lebih mirip konsep “bonus” berbasis kinerja, bukan “bantuan” yang bersifat dukungan.
Dampak dan Tuntutan Pengemudi
Para pengemudi mengecam eksploitasi oleh aplikator akibat minimnya regulasi pemerintah. Status mitra yang tidak jelas, tanpa jaminan keselamatan kerja dan tunjangan, memperburuk situasi. Mereka menuntut agar pemerintah turun langsung ke lapangan, mendengarkan aspirasi mereka, dan membuat regulasi yang melindungi hak-hak mereka. Ketidaktegasan pemerintah berpotensi menimbulkan dampak yang lebih besar.
Darmawan, seorang driver ojek online di Delanggu, lebih memilih potongan aplikasi yang lebih rendah daripada BHR yang jumlahnya sedikit. Mbah Yono, driver asal Jakarta yang kini berada di Delanggu, Klaten, menekankan pentingnya payung hukum dan regulasi yang jelas. Yanto, driver asal Klaten, menyoroti dilema status mitra yang lebih menguntungkan aplikator daripada pengemudi.
Situasi ini menunjukkan perlunya pemerintah bertindak tegas untuk menyelesaikan masalah ini dan melindungi hak-hak driver ojek online.
(Pitut Saputra)