Dugaan Penggelapan Dana BUMDes di Pekon Candi Retno: Warga Desak Usut Tuntas

Pringsewu, Infoliputan.com (18 Mei 2025) – Masyarakat setempat tengah menyoroti dugaan penyimpangan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) penggilingan padi keliling di Pekon Candi Retno, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Ketidakjelasan alur penggunaan dana BUMDes telah memicu pertanyaan besar mengenai transparansi pengelolaannya. Sebagai konsekuensinya, kasus ini bermula dari laporan mantan Ketua BUMDes, Sobiran, yang menyerahkan uang kas sebesar Rp 26.000.000,- kepada Pekon Candi Retno saat pergantian kepemimpinan. Sobiran menyatakan penggilingan padi tersebut menghasilkan minimal 1 kuintal beras per bulan.

Selanjutnya, Ketua BUMDes yang baru, Sarjono, memberikan klarifikasi. Ia menyatakan telah rutin menyetorkan penghasilan BUMDes kepada Sekretaris Desa (Sekdes), Subandiyan, setiap tiga bulan selama tiga tahun. Subandiyan membenarkan penerimaan dana tersebut, namun demikian, banyak pihak menilai janggal penjelasan mengenai penggunaannya. Ia menyebutkan telah menggunakan sebagian dana untuk membeli sound system masjid (Rp 5.500.000,-) dan jam digital mushola (Rp 2.000.000,-), dan sebagian lagi untuk pengurus BUMDes baru serta perbaikan mesin penggilingan padi. Akan tetapi, Sarjono membantah menerima dana tersebut dari Sekdes; ia yang rutin menyetor uang ke Sekdes minimal Rp 1.500.000 setiap tiga bulan.

Kecurigaan dan Kendala Konfirmasi

Oleh karena itu, kontradiksi keterangan ini menimbulkan kecurigaan. Kepala Pekon Candi Retno, melalui pesan WhatsApp, menyatakan Sekdes bertanggung jawab atas pengelolaan hasil BUMDes, sehingga semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dana. Meskipun demikian, upaya konfirmasi lebih lanjut kepada Sekdes dan Kepala Pekon menemui kendala. Awak media menemukan nomor WhatsApp Sekdes tidak aktif. Begitu pula, Kepala Pekon, Firmansyah, awalnya aktif, namun kemudian mematikan HP-nya setelah mengetahui adanya pertanyaan terkait kasus ini.

Akibatnya, situasi ini menimbulkan spekulasi mengenai keterlibatan Kepala Pekon dalam kasus tersebut. Ketidaktransparanan dan sulitnya akses informasi semakin mempersulit upaya pengungkapan kebenaran. Pada akhirnya, kasus ini mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa agar kejadian serupa dapat dicegah di masa mendatang. Selain itu, berbagai pihak, termasuk masyarakat, menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat.

Lebih lanjut, kejanggalan dalam pengelolaan dana BUMDes ini menimbulkan pertanyaan serius tentang mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban yang ada. Apakah ada celah hukum yang memungkinkan terjadinya penyimpangan seperti ini? Investigasi yang menyeluruh dan transparan perlu menjawab pertanyaan ini. Dengan demikian, masyarakat berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi perangkat desa dalam pengelolaan keuangan. Kemampuan untuk mengelola keuangan dengan baik dan transparan sangat penting untuk memastikan dana desa digunakan secara efektif dan efisien untuk kepentingan masyarakat. Dengan demikian, kejadian serupa dapat dihindari di masa depan.

Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh desa di Indonesia, khususnya dalam pengelolaan BUMDes. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap pengelolaan keuangan desa agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga dan pembangunan desa dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Semoga kasus ini dapat segera terselesaikan dan menjadi contoh bagi pengelolaan BUMDes yang lebih baik di masa mendatang. (Red)

error: Content is protected !!