Simalungun, Infoliputan.com – Sorotan tajam tertuju pada ketimpangan anggaran publikasi Pemkab Simalungun. Dinas Kominfo Kabupaten Simalungun menggelontorkan dana fantastis sebesar Rp720 juta kepada PT Heta untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan kegiatan Bupati dan Wakil Bupati selama tahun 2024. Ironisnya, dan ini yang menjadi inti permasalahan, wartawan lokal yang meliput kegiatan tersebut hanya menerima honor Rp40 ribu per berita. Perbedaan signifikan ini memicu anggota DPRD Simalungun melontarkan kritik pedas.
Pansus LKPj DPRD Simalungun dan Pemkab Simalungun mengungkap informasi ini dalam rapat pada Senin, 19 Mei 2025. Kepala Dinas Kominfo, Andri Rahadian, menjelaskan kerja sama dengan PT Heta senilai Rp60 juta per bulan atau Rp720 juta per tahun untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan kegiatan Bupati. Angka ini sangat kontras dengan honor yang diterima wartawan lokal.
Anggota DPRD Simalungun, Bonauli Rajagukguk, mengungkapkan kekecewaannya atas kebijakan tersebut. Ia mempertanyakan dominasi PT Heta dalam pengelolaan anggaran publikasi yang begitu besar. “Kenapa PT Heta yang mengelola anggaran sebesar itu? Mengapa tidak memberdayakan semua media? Mengapa terjadi monopoli? Apa alasannya?” tanyanya dengan nada tegas.
Andri Rahadian menjawab bahwa pihaknya juga melibatkan media lain, tetapi hanya membayar Rp40 ribu per berita. Jawaban ini justru memperkeruh situasi. Bonauli menilai pernyataan tersebut tidak adil dan melontarkan kecaman lebih keras. “Mengapa tidak memperlakukan media lain sama? Apa alasannya, pak? Mengapa tidak bersikap adil? Lebih baik memberdayakan semua media,” tegas Bonauli.
Ketidakadilan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan keadilan dalam pengelolaan anggaran publikasi di Pemkab Simalungun. Praktik tersebut merugikan wartawan lokal yang berkontribusi dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Perbedaan mencolok antara anggaran PT Heta dan honor wartawan lokal menimbulkan kecurigaan akan potensi penyimpangan.
Peristiwa ini mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pemerintah. Publik menuntut Pemkab Simalungun memberikan penjelasan memuaskan dan mengambil langkah korektif untuk memastikan keadilan dan kesetaraan bagi semua media dalam pemberitaan kegiatan pemerintah. Kejadian ini juga memicu diskusi luas tentang peran media lokal dan pentingnya pemberdayaan mereka dalam ekosistem jurnalistik yang sehat.
Keheningan Andri Rahadian setelah Bonauli mengkritiknya semakin memperkuat dugaan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran. Publik menantikan respons lebih lanjut dari pihak terkait dan berharap agar kasus ini segera terselesaikan secara transparan dan adil.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan anggaran publikasi pemerintah agar ketimpangan yang merugikan pihak tertentu tidak terulang. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam mencegah praktik-praktik yang tidak adil dan merugikan kepentingan publik.
Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah daerah lain untuk lebih bijak dan adil dalam mengalokasikan anggaran publikasi, dengan memastikan pemberdayaan media lokal secara merata dan berkeadilan. Hal ini penting untuk menjaga ekosistem jurnalistik yang sehat dan memastikan informasi publik dapat diakses secara luas dan objektif. (S.Hadi Purba)