Permasalahan Tanah Sawah di pekon Waluyo Jati, Kabupaten Pringsewu

filter: 0; jpegRotation: 0; fileterIntensity: 0.000000; filterMask: 0; module:1facing:0; hw-remosaic: 0; touch: (-1.0, -1.0); modeInfo: ; sceneMode: Auto; cct_value: 0; AI_Scene: (-1, -1); aec_lux: 34.0; hist255: 0.0; hist252~255: 0.0; hist0~15: 0.0;

 

Infoliputan.com/Peringsewu, 01 Oktober 2025/Berdasarkan hasil investigasi lapangan serta silaturahmi langsung dengan keluarga Mbah Musa dan Mbah Siti Salamah, ditemukan adanya persoalan serius terkait kepemilikan sebidang sawah di wilayah Pekon Waluyo Jati, Kabupaten Pringsewu.

Sawah dengan luas kurang lebih ¼ hektar tersebut diduga telah dialihkan kepemilikannya secara tidak sah, dengan kronologi dan fakta sebagai berikut:

 

Kronologi Permasalahan

1. Tanah sawah yang sejak lama dikuasai dan dimiliki oleh Mbah Musa tiba-tiba diakui telah dijual kepada pihak lain.

2. Pihak keluarga tidak pernah merasa menjual, menandatangani akta, maupun memberikan keterangan resmi terkait peralihan hak atas tanah tersebut.

3. Proses pengakuan jual-beli tersebut diduga terjadi karena adanya tekanan dan pemaksaan dari oknum aparat desa, khususnya Kepala Dusun, dengan sikap diam dari pihak Kepala Pekon yang seharusnya berperan sebagai penengah.

4. Proses pengukuran tanah dilakukan secara sepihak tanpa menghadirkan pihak pemilik sah (Mbah Musa), sehingga cacat prosedur.

5. Ironisnya, sertifikat tanah sudah diterbitkan atas nama pihak lain, padahal hingga kini Surat Keterangan Tanah (SKT) masih tercatat atas nama Siti Salamah (istri Mbah Musa) dan pembayaran pajak tahunan pun masih dilakukan atas nama beliau.

 

Indikasi Pelanggaran Hukum

Berdasarkan fakta-fakta di atas, terdapat dugaan kuat telah terjadi:

Pelanggaran administratif dan prosedural dalam penerbitan sertifikat tanah, karena dilakukan tanpa dasar peralihan hak yang sah. Hal ini bertentangan dengan Pasal 19, 23, 32, dan 38 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria serta Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mewajibkan setiap peralihan hak didasarkan pada akta otentik dari PPAT.

Pemalsuan atau rekayasa dokumen dalam proses penerbitan sertifikat, yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.

Penyalahgunaan wewenang dan tindakan pemaksaan oleh aparat desa, yang berpotensi melanggar Pasal 421 KUHP tentang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya.

Dampak dan Kerugian

Kasus ini tidak hanya merugikan keluarga Mbah Musa secara langsung, tetapi juga menimbulkan preseden buruk bagi masyarakat desa. Jika praktik semacam ini dibiarkan, maka akan membuka ruang bagi terjadinya:

Kriminalisasi pemilik tanah sah melalui manipulasi administrasi.

Kehilangan hak tanah masyarakat kecil yang seharusnya dilindungi negara.

Menurunnya kepercayaan publik terhadap aparatur desa dan lembaga pertanahan.

Tuntutan dan Harapan

Sehubungan dengan temuan di atas, kami menegaskan bahwa permasalahan ini bukan sekadar sengketa perdata biasa, melainkan mengandung unsur maladministrasi dan dugaan tindak pidana. Oleh karena itu, kami meminta:

1. Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pemeriksaan ulang dan membatalkan penerbitan sertifikat yang cacat hukum.

2. Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut indikasi pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparat desa.

3. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP/Inspektorat) untuk menindaklanjuti dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh aparatur pekon.

4. Pemerintah Daerah agar memastikan perlindungan terhadap hak masyarakat kecil, khususnya keluarga Mbah Musa, sebagai pemilik sah tanah dimaksud.

Penutup

Kasus tanah di Pekon Waluyo Jati ini menjadi gambaran nyata bahwa praktik penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum masih rentan terjadi di tingkat desa. Demi tegaknya keadilan dan perlindungan hak rakyat kecil, kami mendesak pihak-pihak berwenang untuk segera mengambil langkah tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Laporan oleh:
Tim Investigasi Lembaga KPK-RI Lampung

error: Content is protected !!